Memaknai Budi Pekerti

Refleksi Dari Tontonan yang Begitu Berkesan

Ahmad D. Rajiv
4 min readNov 9, 2023
Ilustrasi oleh Bing Image Creator.

Bagaimana rasanya mesti berhadapan dengan anomali yang tidak dapat kita kendalikan?

Keterbukaan informasi dan keterhubungan internet selain menawarkan pengetahuan yang tak terbatas, turut menawarkan kengerian yang tak terbatas pula.

Sering kali kita temui di media sosial, bagaimana suatu hal yang viral bisa jadi bencana bagi beberapa orang. Masalah yang biasanya biasa-biasa saja bisa saja jadi benar-benar luar biasa berkat campur tangan netijen yang begitu gigih mengurusi dan menghakimi.

Situasi kehidupan dengan beban yang memang sudah ada, bisa jadi tak tertanggungkan jika ditambah dengan hantaman kekejaman dunia maya.

Itulah barangkali keadaan yang dihadapi oleh Bu Prani, protagonis dalam film Budi Pekerti.

Sumber: IMDB.

Alkisah, Bu Prani adalah seorang guru BK (Bimbingan Konseling) yang tengah menanggung beban kehidupan. Suaminya tengah bipolar, anak-anaknya suka sibuk sendiri. Anak yang satu konten kreator nanggung dengan konsep nyeleneh, yang satunya anak band semi SJW yang tengah struggling dengan kenyataan.

Beban tersebut sempat meluap sesaat saat Bu Prani hendak menegur seseorang yang dia lihat tidak mematuhi aturan. Lalu meledak lah. Anomali budi pekerti menjadi bola liar yang merambat dan menerobos ke mana-mana. Menyeret Bu Prani dan keluarganya ke dalam keganasan penghakiman publik internet.

Premis film ini menarik dan sangat relate dengan kenyataan. Saban hari kita saksikan orang-orang yang terjebak dalam situasi seperti Bu Prani. Beberapa dari kita bahkan mungkin sudah mengalami sendiri. Maka dari itu film ini adalah tontonan yang bagus dan baik bagi siapa saja. Isu yang diangkat relevan dengan kehidupan, drama yang disajikan juga menyentuh dan mengguncang emosi. Sulit untuk tidak terharu dan meneteskan air mata ketika kita menyaksikan konflik kehidupan Bu Prani mencapai klimaksnya.

Ilustrasi oleh Bing Image Creator.

Selepas menonton film ini, beberapa hal aku rasakan. Perasaan itu mendorongku untuk memikirkan dan menyelami lagi makna dari film ini. Apa kiranya yang bisa aku jadikan pelajaran bagi kehidupanku sehari-hari? Jawabannya setidak-tidaknya ada tiga.

Pertama, tidak semua yang diniatkan baik itu berhasil baik.

Ini kenyataan kehidupan yang keras. Beberapa dari kita barangkali masih memercayai “karma”. Dalam kepercayaan itu kita yakin bahwa tindakan yang baik akan berbalas baik pula. Namun nyatanya kehidupan tidak sebaik itu. Seringkali justru tindakan-tindakan baik kita malah berbalik dengan buruk kepada kita. Niatan Bu Prani untuk mendidik dan menegur adalah niatan yang sangat baik, tapi hasilnya tidak begitu baik bagi dirinya. Ada saja orang-orang yang kemudian salah memahami dan pada akhirnya menyakiti.

Kedua, menjadi stoik memang cara terbaik untuk hidup di era ini.

Saat memikirkan Budi Pekerti ini aku teringat filsafat stoa, atau stoicism. Pada era informasi yang sedemikian bising di mana setiap orang merasa berhak untuk mencampuri urusan orang lain ini, memandang dan menjalani hidup dengan tidak terlalu tergesa-gesa dan terburu-buru bisa jadi salah satu cara terbaik untuk menyelamatkan mental. Cara-cara demikian itu diajari dalam stoicism ini.

Andai saja Bu Prani tidak mengacuhkan penyerobot antrean kue Putu, mungkin dia tidak akan terjerumus ke dalam pusaran kekacauan itu.

Sikap untuk tegar tidak mengacuhkan dan fokus pada pengendalian diri sendiri adalah salah satu esensi stoicism.

Namun aku rasa aku mampu memahami sikap Bu Prani pada penyerobot itu. Sikapnya adalah akumulasi berbagai hal yang menemukan momentum meledak. Latar belakangnya sebagai guru BK membentuk kecenderungan pribadinya untuk menegur dan memperbaiki kesalahan. Ditambah lagi dengan beban kehidupan yang dia pikul pada saat itu yang tentu membuat pengendalian dirinya tidak sekuat biasanya.

Tetap saja, setelah memandang keseluruhan konflik dalam Budi Pekerti, aku cenderung untuk memandang bahwa kesulitan kehidupan dalam film tersebut dapat kita hindari jika kita punya pegangan pada prinsip-prinsip stoicism.

Buku yang bagus sebagai bacaan untuk mulai memahami dan menerapkan filsafat ini adalah Filosofi Teras karya Henry Manampiring.

Ketiga, abaikan semua suara, biarkan hati bicara.

Makna terakhir yang aku rasa mampu aku petik adalah pentingnya kita kembali mendengarkan suara hati di era yang begitu bising ini.

Ini juga barangkali salah satu pesan yang hendak disampaikan dalam film Budi Pekerti.

Kebisingan kehidupan hari-hari ini sering kali membuat kita malah mendengar saran si ini dan si itu, menuruti kata si ini dan si itu, bertindak karena anjuran maupun tuntutan si ini atau si itu. Kita kemudian lupa bahwa di antara semua suara saran, anjuran, hingga tuntutan semua orang itu yang terbaik sebenar-benarnya bagi diri kita adalah suara hati kita sendiri.

Sebagaimana sabda Nabi Muhmmad:

Mintalah fatwa kepada hatimu.

(Hadis ini adalah riwayat Imam Muslim dan termasuk koleksi Hadits Arbain. Tepatnya nomor 27)

Demikian beberapa makna yang bisa aku rasakan dari Budi Pekerti. Aku puas sudah menonton film tersebut dan aku berharap semakin banyak karya-karya sineas Indonesia yang mampu menghasilkan tontonan berkualitas penuh pelajaran seperti film ini.

--

--

Ahmad D. Rajiv

Penulis Amatir | The Daydreamer | A Romantic | 500 Kata Saja | Kadang-kadang Puisi ✒️📓