Merayakan Ketidakmungkinan

Kesanku Atas Novel “The Girl Who Saved The King of Sweden” karya Jonas Jonasson

Ahmad D. Rajiv
3 min readMay 3, 2016

Ini buku Jonas Jonasson kedua yang aku baca. Sebelumnya aku telah membaca The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and Disapperead dan puas dengan kejenakaan Alan Klarkson yang unik. Dalam buku ini pun nuansa serupa ada pada sosok Nombeko Mayeki, gadis kulit hitam buta huruf yang luar biasa. Mereka berdua itu, Alan dan Nombeko, bisa dibilang adalah ramuan tepat antara kecerdikan dan keberuntungan.

cover edisi inggris

Jonas piawai dalam mengolah peristiwa-peristiwa sejarah yang kita ketahui. Terutama peristiwa-peristiwa politik. Meramunya sedemikian rupa dengan fiksi dan karakteri fiktif yang unik. Menjalin koneksi-koneksi yang berpusat pada karakter utama dengan rapi, menghiasinya dengan nalar-nalar yang logis, dan menuturkannya dengan datar. Sehingga kejadian yang dia ceritakan dalam novelnya ini seakan-akan adalah cerita yang sebenarnya. Dilengkapi pula dengan humor absurd yang menggelitik.

Jonas di dalam novelnya ini, dan juga novel sebelumnya yang aku baca, seperti ingin menegaskan bahwa apapun mungkin saja terjadi di Dunia yang penuh kekacauan ini. Nombeko yang pada mulanya hanya seorang pegawai sanitasi rendahan, yang sehari-hari bergulat dengan WC dan kotoran, dapat menjadi sosok penentu hubungan internasional antar beberapa negara.

Momen-momen silih berganti dalam kehidupan Nombeko. Membawanya kepada hal-hal yang tak terduga, sekaligus absurd. Orang-orang yang ditemui Nombeko selama perjalanan hidupnya selalu unik dan menyimpan kisah hidup yang tak kalah menarik dengan kisah hidup Nombeko sendiri. Ada seorang kuli sanitasi yang menyimpan banyak buku di dalam gubuknya, pemimpin proyek nuklir yang tidak tahu sama sekali mengenai proyek nuklir, gadis-gadis cina yang bodoh tapi selalu beruntung, hingga seorang laki-laki yang “tidak ada”. Nombeko menghadapi semua potret manusia dalam dunia yang jenaka ini dengan cerdik. Dia memang cerdas sejak semula. Terutama dalam matematika. Meskipun dia hanya seorang gadis kulit hitam kecil yang pada mulanya buta huruf, itu tak menghalanginya dari belajar. Maka ketika dia akhirnya bisa membaca, dia melahap bacaan apapun yang ada di sekelilingnya. Bacaannya yang begitu banyak itulah yang perlahan membangun kecerdasannya. Dan dia adalah seorang pembelajar yang baik.

Cover edisi Indonesia, diterbitkan oleh Bentang Pustaka. 550 hlm.

Jonas seperti ingin merayakan ketidakmungkinan. Hal-hal yang tidak mungkin terjadi hadir dan ada. Namun Jonas dengan ketidakmungkinan yang riuh itu tidak melupakan nalar logis dari setiap peristiwa. Ketidakmungkinan yang dia tuturkan masuk akal bagi kita. Sehingga kita sadar, bahwa ketidakmungkinan itu sejatinya bukanlah ketidakmungkinan. Hanya suatu kemungkinan yang kemungkinannya sangat kecil untuk terjadi. Dan sekecil-kecil kemungkinan tetaplah sebuah kemungkinan. Ia mungkin terjadi. Meski perbandingannya 1:1000, atau 1:1000.000, atau bahkan (seperti yang diungkapkan Jonas untuk menegaskan kemungkinan cerita klimaks dalam novel ini terjadi dalam hidup Nombeko, berdasarkan perhitungan Nombeko sendiri) 1: 45.786.212.810. Kejadian-kejadian dengan kemungkinan yang sangat kecil itu memberikan suatu nuansa humor tersendiri. Kadang-kadang bahkan membuatku tercengang, mengerutkan dahi, lantas bergumam “apa? yang benar saja!”

"Seluruh dunia akan terkekeh membaca cerita ini” -Kirkus Reviews

Selain humor, ada beberapa pelajaran kecil yang aku ambil dari novel ini, terutama mengenai ideologi politik. Jonas suka menyebutkan ideologi-ideologi politik yang ada dengan gaya satir. Menjadikan ideologi yang biasanya rumit untuk dijelaskan itu menjadi sesuatu yang jenaka.

Satu hal terakhir yang menarik bagiku dari novel ini adalah ketiadaan kuasa “tangan tuhan” pada setiap peristiwa luar biasa yang ada dalam cerita. Tuhan sama sekali tidak disebut di sini. Sekali disebut, yang keluar adalah ungkapan seperti ini;

Jika Tuhan itu ada; Dia pasti punya selera humor yang bagus — hlm. 541

Aku tidak tahu apakah Jonas seorang atheis ataukah tidak, namun cara dia meniadakan peran tuhan dengan hanya berpedoman pada kausalitas dan probabilitas, menarik bagiku. Sebab biasanya novel-novel di Indonesia selalu melekatkan hal-hal berbau spiritual pada kejadian-kejadian luar biasa. Entah itu tuhan, dewa, makhluk ghaib, maupun kekuatan supranatural lainnya. Bisa dibilang novel Indonesia tidak ada yang benar-benar bersih dari mistisme, setidaknya sepanjang yang sudah aku baca.

Apapun itu, novel ini aku rekomendasikan sebagai bacaan santai akhir pekan.

--

--

Ahmad D. Rajiv
Ahmad D. Rajiv

Written by Ahmad D. Rajiv

Penulis Amatir | The Daydreamer | A Romantic | 500 Kata Saja | Kadang-kadang Puisi ✒️📓

No responses yet